Pertemuan CHuDs dan Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan, Jayapura

Selasa, 29 Oktober 2024, Center for Human Development and Social Justice (CHuDS), LPPM UNPAR, menerima kunjungan Pater Alexandro Rangga, OFM. Beliau adalah Ketua Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan, Jayapura. Karena kedua Lembaga tersebut, yaitu CHuDS dan SKPKC, berbagi perhatian dan keprihatinan yang sama tentang Keadilan, maka kunjungan Pater Sandro, begitu namanya disebut, menjadi kesempatan yang sangat bermakna untuk berdiskusi dan bertukar pikiran, informasi, dan nilai tentang kemanusiaan dan keadilan. Secara khusus, Pater Sandro berkenan berbagi perspektif tentang Papua dalam konteks kenegaraan dan kemanusiaan.

Diskusi berlangsung sangat informal dan dialogis. Selain diikuti oleh Ketua CHuDS Mangadar Situmorang, para anggota CHuDS yang berasal dari berbagai Prodi dan Fakultas di lingkungan UNPAR juga hadir dalam diskusi yang sangat informatif tersebut. Di antara yang hadir adalah Prof. Pius S. Kartasasmita yang baru-baru ini Bersama Pst. Ferry Sutisna Pr menerbitkan buku berjudul “Membawa Keadilan dan Perdamaian Ke Tanah Papua”. Juga hadir Dr. Frans Borgias dan beberapa pegiat keadilan sosial dari Fakultas Filsafat seperti Andreas Doweng, Bartolomeus Samho, dan yang lain. Juga hadir Dr. Iur. Liona N. Supriatna dan Valeri dari Fakultas Hukum. Dosen Hubungan Internasional sekaligus pengajar Resolusi Konflik dan anggota Forum Akademisi untuk Papua Damai (FAPD) juga hadir dan terlibat dalam perbincangan santai tapi serius yang berlangsung di Lounge FISIP, Gedung 3 UNPAR.

Persoalan Papua memang sangat kompleks, kata Ptr. Sandro. “Tapi, kita tidak boleh lelah dan berputus asa untuk menyuarakan dan memperjuangkan perdamaian dan keadilan di Tanah Papua”. Lebih lanjut dikatakan, “Tantangan dan sekaligus peluang untuk kita saat ini, di tengah pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Food Estate di Papua, khususnya di Merauke, adalah proteksi. Kita perlu terus menyuarakan pentingnya perlindungan bagi saudara-saudara di Papua terkait dengan hak mereka atas hutan yang mereka punya. Itu tidak hanya sekadar tempat tinggal atau tempat meramu, sumber kehidupan, tetapi hutan juga menjadi identitas kultural mereka. Masyarakat Papua tanpa hutan, membuat mereka kehilangan jati diri”, tegasnya.

Para peserta diskusi juga menyampaikan pemikiran dan keprihatinan mereka tentang praktik-praktik yang membuat konflik masih terus berlangsung. Ini tidak terbatas pada posisi politik yang berseberangan, tetapi juga adanya kepentingan-kepentingan yang saling bersimpangan di antara berbagai pihak yang ada di Papua, baik diantara Orang Asli Papua (OAP) sendiri maupun dengan pendatang. Demikian pula di kalangan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Papua, baik dari kalangan sipil, para pengusaha maupun dengan pihak keamanan (TNI/Polri). Sinkronisasi dan koordinasi kebijakan dan pendekatan di antara pihak-pihak tersebut juga menjadi tantangan tersendiri yang membuat persoalan Papua tetap kompleks.

Semoga ada Langkah-langkah konstruktif untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut dan perdamaian dan keadilan di Papua bisa terwujud dalam waktu dekat.

Penulis : Mangadar Situmorang, Ph.D.

X